Kamis, 15 Januari 2009

Butir-Butir Letter of Intent (LoI) IMF (1997-2000) dan Respon Kebijakan Pemerintah di Bidang Pangan

Secara sederhana LoI atau Letter of Intent adalah sebuah perjanjian yang disepakati antara pemerintah RI dengan IMF karena adanya bantuan dana dari IMF terhadap Indonesia saat krisis ekonomi 1998.

Jangan dikira perjanjian tersebut bebas nilai apalagi bebas kepentingan. Pemberian utang dapat dianalogikan sebagai ‘harga obral’ negeri ini untuk dijual pada korporasi internasional.

Sebagai salah satu syarat kesepakatan pemberian utang, IMF memberikan ‘resep’ pada Indonesia untuk mengatur kebijakan domestiknya. Resep tersebut berupa LoI yang kemudian akan dibuat peraturannya oleh Pemerintah untuk diterapkan secara resmi di Indonesia.

Hasilnya, alih-alih menyembuhkan Indonesia dari krisis, resep berhaluan neoliberal ini malah melanggengkan Indonesia dalam keterpurukannya.
Inilah salah satu contohnya LoI di bidang pangan Indonesia.

LoI 11 Sepetember 1997
In order to stabilize and reduce market price paid by the general public
(Untuk menstabilkan harga dan mengurangi harga pasar yang dibayar oleh Pemerintah)


1. Bulog is increasing substially the quantity of rice released into the market at below market prices, and will maintain a higher level of releases until the main harvest.
(Bulog meningkatkan jumlah beras yang dijualnya ke pasar dengan harga di bawah harga pasar dan terus menjaga jumlah itu hingga masa panen berikutnya)

2. Also, for the first time in thirty years, we will allow privat traders to import rice.

(Untuk pertama kalinya dalam 30 tahun kita mengizinkan pihak swasta untuk mengimpor beras)


Peraturan yang langsung menindaklanjuti butir-butir LoI tersbut adalah SK Memperindag No, 439 tentang Bea Masuk, 22 September 1998, yang mengatakan bahwa:


‘Impor beras dibebaskan, dengan bea masuk nol (0) persen’

Wow, negeri kita hebat banget ya? Bener2 taat ngelakuin perjanjian..


Walopun perjanjian itu membunuh rakyat dan menggadaikan negeri ini perlahan-lahan!
Dengan impor beras yang dibebaskan, petani kita mati! Kalah bersaing dengan korporasi pertanian global yang mendapat subsidi dan proteksi gila-gilaan dari negaranya.


Amerika contohnya, ia memberikan proteksi dan subsidi sangat besar terhadap sektor pertanian, termasuk para petaninya.

Berbeda jauh dengan petani kita yang terus - menerus dijadikan tumbal oleh penguasa. Tak terperhatikan, hanya dianggap komoditas yang baru bernilai saat menjelang pemilu,,

Haha lucu sekali..


Masha Allah,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar