Jumat, 16 Januari 2009

Feel Guilty..

Don't know what to say..
just wanna share my feeling this week..

Hhh..

Kamis, 15 Januari 2009

Setelah Dibunuh, Teroris Israel itu Membiarkan Anjing Memakannya, Biadab!

Syabab.Com -

"Ya Allah, aku tidak pernah melihat pemandangan yang mengerikan seperti ini," jerit Kayed Abu Aukal. Doktor emergency itu tak percaya dan tak tahu lagi kata-kata apalagi yang bisa diungkapkan untuk menggambarkan kekejian Israel. Dia tak percaya, dirinya sendiri telah melihat beberapa hari sekembalinya untuk melihat Jenazah balita Shahd. Tubuh anak kecil perempuan yang berumur 4 tahun itu terkoyak-koyak dimakan anjing-anjing Israel.

Shahd tewas dan telah menjadi syuhada cilik ketika peluru kendali Israel ditembakkan ke belakang rumahnya di Kamp Pengungsian Jabaliya sebelah Utara Jalur Gaza. Saat itu, gadis cilik yang lucu tersebut tengah bermain.

Orangtua Shahd mencoba menyelamatkan putri kesayangannya yang telah bersimbah darah itu. Ketika ia mencoba mengambil jasad Shahd, pasukan teroris Israel menghujaninya dengan tembakan dari kejauhan.
Selama lima hari berkutnya jasad gadis balita itu telah terkoyak-koyak dirobek anjing yang dilepaskan oleh tentara Israel. "Anjing-anjing itu tidak menyisakan satu bagian pun dari tubuh anak kecil itu," kata Abu Aukal.

“Kami telah melihat pemandangan yang menyayat hati selama 18 hari ini. Kami telah mengambil jasad anak-anak yang tubuhnya robek atau terbakar, tetapi belum pernah kami melihat hal seperti ini,” katanya lagi.

Melihat jenazah adik perempuannya yang masih balita menjadi santapan anjing-anjing tentara Israel, saudara laki-laki Shahd bernama Matar dan sepupunya bernama Muhammad, nekad mendekati jenazah Shahd. Keduanya pun dihujani peluru Israel sebelum keduanya dapat mencapai tubuh Shahd. Matar dan Muhammad pun menjadi syuhada, menambah daftar warga palestina yang syahid yang hingga hari ini telah mencapai 1.001 orang syahid sejak pembantaian 27 Desember lalu.

Sengaja

Omran Zayda, seorang tetangga Shahd, mengatakan, orang Israel mengetahui apa yang mereka lakukan itu. “Mereka memburu keluarga Shahd dan mencegahnya untuk sampai ke tubuh Shahd, dan mereka tahu bahwa anjing-anjing itu akan memakannya,” kata Zayda.

“Mereka tidak hanya membunuh anak-anak kami, mereka sengaja melakukannya dengan cara yang paling kejam dan biadab,” Zayda mengatakan kata-katanya, bahkan kamera, tidak dapat menggambarkan pemandangan yang mengerikan itu.

"Kalian tidak akan pernah membayangkan apa yang telah dilakukan oleh anjing-anjing itu terhadap tubuh Shahd yang tak berdosa itu,” katanya sambil terisak-isak tak tahan mencucurkan air matanya.

Sejumlah warga palestina mengungkapkan, apa yang menimpa Shahd bukanlah yang pertama. Banyak warga mereka mengalami hal yang sama dengan Shahd. Di Jabaliya, saat keluarga Abd Rabbu sedang memakamkan tiga anggota keluarganya yang telah syahid, pasukan biadab Israel menembaki mereka, kata saksi mata.

Orang-orang pun berlarian mencari perlindungan dari tembakan brutal itu. Tentara-tentara Israel kemudian melepaskan anjing-anjingnya ke arah jenazah anggota keluarga Abdu Rabbu yang belum sempat dimakamkan itu. “Apa yang terjadi kemudian sangat mengerikan dan tidak bisa dibayangkan,” kata Saad Abd Rabu, pamanya.

“Anak-anak kami tewas di depan mata kami dan kami dicegah untuk memakamkannya. Orang-orang Israel hanya melepaskan anjing-anjing mereka ke arah jenazah itu, bahkan seakan-akan mereka tidak cukup dengan kekejaman yang telah mereka lakukan itu,” jeritnya.

Biadab

Benar-benar biadab apa yang telah dilakukan oleh teroris Israel itu. Di tengah-tengah diamnya para tentara-tentara negeri-negeri Muslim, dengan leluasa penjajah Israel melakukan kebiadabannya. Bahkan kekejian di atas benar-benar biadab. Hingga hari ini para penguasa negeri-negeri Muslim masih diam bahkan bersekongkol dengan membiarkan pembantaan terus terjadi.

Media dunia yang dikuasai Israel, menggiring opini seolah-olah tindakan Israel itu wajar. Padahal, lihatlah betap kekejaman mereka lebih dari serangan teroris yang tak beradab. Bohong, jika teroris Israel itu hanya memburu Hamas. Yang terjadi adalah tindakan brutal dan biadab terhadap warga sipil yang kebanyakan mereka anak-anak kecil dan perempuan. Tak puas hanya membunuh warga Gaza, teroris Israel itu juga melepaskan anjing-anjingnya untuk memakan jenazah syuhada Gaza. Biadab!

Sampai kapan kebiadaban Israel ini terhenti? Lalu di manakah para pelindung anak-anak Palestina? Dimanakah tentara-tentara Muslim yang akan menyelamatkan anak-anak Gaza itu? Di manakah tentara-tetara negeri Islam yang akan menyelamatkan ayah dan ibu mereka? Di manakah Amir umat ini?

Sungguh hanya orang yang biadab saja, yang membiarkan Israel membantai Gaza. Lalu mereka menyibukkan diri dengan perundingan sementara mereka memiliki pasukan dan perlengkapan perang. Mereka enggan untuk menyelamatkan Gaza dengan mengerahkan pasukan yang akan menghancurkan penjajah Israel itu! Nasionalisme dan cengkraman PBB telah membuat mereka diam.

Benar, hanya Khilafah saja yang akan menjaga dan melindungi kehormatan kaum Muslim. Tidak seperti hari ini, ketika Khilafah tidak ada, negeri-negeri kaum Muslim telah disekat oleh batas semu nasionalisme. Sementara para penguasanya enggan untuk mengerahkan tentara mereka menyelamatkan anak-anak Gaza.

Sampai kapan?

Butir-Butir Letter of Intent (LoI) IMF (1997-2000) dan Respon Kebijakan Pemerintah di Bidang Pangan

Secara sederhana LoI atau Letter of Intent adalah sebuah perjanjian yang disepakati antara pemerintah RI dengan IMF karena adanya bantuan dana dari IMF terhadap Indonesia saat krisis ekonomi 1998.

Jangan dikira perjanjian tersebut bebas nilai apalagi bebas kepentingan. Pemberian utang dapat dianalogikan sebagai ‘harga obral’ negeri ini untuk dijual pada korporasi internasional.

Sebagai salah satu syarat kesepakatan pemberian utang, IMF memberikan ‘resep’ pada Indonesia untuk mengatur kebijakan domestiknya. Resep tersebut berupa LoI yang kemudian akan dibuat peraturannya oleh Pemerintah untuk diterapkan secara resmi di Indonesia.

Hasilnya, alih-alih menyembuhkan Indonesia dari krisis, resep berhaluan neoliberal ini malah melanggengkan Indonesia dalam keterpurukannya.
Inilah salah satu contohnya LoI di bidang pangan Indonesia.

LoI 11 Sepetember 1997
In order to stabilize and reduce market price paid by the general public
(Untuk menstabilkan harga dan mengurangi harga pasar yang dibayar oleh Pemerintah)


1. Bulog is increasing substially the quantity of rice released into the market at below market prices, and will maintain a higher level of releases until the main harvest.
(Bulog meningkatkan jumlah beras yang dijualnya ke pasar dengan harga di bawah harga pasar dan terus menjaga jumlah itu hingga masa panen berikutnya)

2. Also, for the first time in thirty years, we will allow privat traders to import rice.

(Untuk pertama kalinya dalam 30 tahun kita mengizinkan pihak swasta untuk mengimpor beras)


Peraturan yang langsung menindaklanjuti butir-butir LoI tersbut adalah SK Memperindag No, 439 tentang Bea Masuk, 22 September 1998, yang mengatakan bahwa:


‘Impor beras dibebaskan, dengan bea masuk nol (0) persen’

Wow, negeri kita hebat banget ya? Bener2 taat ngelakuin perjanjian..


Walopun perjanjian itu membunuh rakyat dan menggadaikan negeri ini perlahan-lahan!
Dengan impor beras yang dibebaskan, petani kita mati! Kalah bersaing dengan korporasi pertanian global yang mendapat subsidi dan proteksi gila-gilaan dari negaranya.


Amerika contohnya, ia memberikan proteksi dan subsidi sangat besar terhadap sektor pertanian, termasuk para petaninya.

Berbeda jauh dengan petani kita yang terus - menerus dijadikan tumbal oleh penguasa. Tak terperhatikan, hanya dianggap komoditas yang baru bernilai saat menjelang pemilu,,

Haha lucu sekali..


Masha Allah,,

Senin, 12 Januari 2009

New Term of My Final Project! (I)

[12 Januari 09]


First day..


TA-ku, jantung hatiku..

Eh, itu beneran lho,, denotative asli.. TA-ku, jantung hatiku (Baca: the real heart n.. liver!)..

Bener2 hati dan jantung untuk dicari urutan mtDNA-nya di 2 daerah.. d-loop ma ATPase..

Aromanya kawan,, mantap lah!


Hari ini kerja 13 jam!

Hasilnya: Negatif!!!!! Hiks..


Oh iya,, kotak merah-ku yang isinya reagen itu akhirnya ketemuuu! Yeah..

Ternyata dia tertimbun secara mengenaskan di bawah lapisan es bagian terbawah dari freezer -20OC. Udah desperate getoh dia ilang,, Si freezer dah 2 kali dibongkar dan semua isinya dikeluarin! Tapi si kotak merah itu gak nampak juga.. Hiks! Reagen di dalemnya berjuta-juta bo’ harganya.. Tapi, Alhamdulillah akhirnya dia nongol, setelah ngbongkar freezer untuk ketiga kalinya.. ^^


Thanx to : Mia n Bang Sam! Oups,, Pa Joe juga of course..

Yoooo,, Qta pasti bisa.. chayooo.. ^o^


Ayo smangat,, jangan nyerah, Niaaaaaa!!!!!

Bismillah.. ^^


Be ready for tomorrow!


Hajaaaaar!!


Sabtu, 10 Januari 2009

Dia = Aku?

Ya Rabb..

Mengapa dinding kaca itu selalu ada diantara kami?
Sejak dulu aku tidak pernah sedikit pun mengakui adanya dinding2 kaca jernih yang berdiri kokoh..
Kuanggap itu hanya imajinasi,, yang muncul dari pikiran2 pendek..

Aku yakini,, dinding itu tidak ada..

Aku sama dengannya..
Dia sama denganku..

Tapi , mengapa setiap kali aku mendekat aku hanya merasakan penghalang dingin diantara kami,,
tak terlihat namun cukup untuk membuat aku berbeda darinya.. Melukaiku yang terus berusaha mengenal sosoknya,, menabrakan diriku pada diding tak terlihat itu berulang kali..

Kini aku lelah..
Dan hanya bisa tersenyum padaya..

'Apakah dinding itu benar2 ada?'

Talking ‘bout The Blue—Cholerist

Biru,,
Seringkali digunakan untuk merepresentasikan ketenangan, kebijaksanaan, bahkan ketentraman.. Namun, ada representasi lain untuk warna satu ini, yaitu sebagai lambang salah satu dari empat tipe kepribadian..

The Dominant

Cholerist

Berorientasi target – melihat seluruh gambaran – terorganisasi dengan baik – mencari pemecahan praktis – gerak cepat untuk bertindak – mendelegasikan pekerjaan – menekankan hasil – membuat target – merangsang kegiatan – berkembang karena saingan (ciri2 koleris, Florence Littaeur)

Kekuatan utama orang-orang koleris adalah pada dominasi dan kepemimpinannya yang sangat terasa pada komunitas dimana ia berada.

Beberapa waktu lalu, nyaris tidak ada masalah dengan pikiranku mengenai tipe kepribadian satu ini, karena salah satu kecenderungan kepribadianku pun koleris,, meski sanguinis lebih mendominasi..^^

Tapi, belakangan ini, beberapa hal membuatku mulai ‘memperhatikan’ keberadaan orang2 koleris di sekitarku..

Ya, mereka kuat!
(Tapi disertai dengan kesan ngotot gak jelas, maen banting, jarang mau dengerin orang lain, central of forrum—wanna be, judging not discussing, gak peka,,)

Ya, mereka tangguh!
(Tapi ‘ketangguhan’ mereka tidak melahirkan rasa segan, melainkan takut, yang suatu saat akan berubah menjadi opositif,, they press others, they have their own mind n perception, so they don’t pay much attention on discussion, just for making others agree with their thought n perception!)

Namun, aku tahu mereka hebat!

Maybe I’m judging but I don’t understand also,,
I have cholerist side on my own personality, but I don’t know the reason why they do so? Atau, apakah aku pun demikian? Astaghfirullah..

Apakah dominasi koleris harus selalu diidentikan dengan kesan memaksa, kuat—tapi membuat tak nyaman? Apakah untuk membuat orang lain sepakat dengan sang koleris, harus digunakan cara ‘menekan’ yang (minimal bagiku) tidak menghasilkan apa-apa kecuali rasa sebal yang teramat sangat atau bahkan rasa underestimate terhadap diri sendiri dari lawan bicara?
Mengapa tidak digunakan cara lain? Cara yang tidak akan mengurangi arogansi Sang Koleris, tidak menihilkan sedikit pun dominasinya..

‘Dialog dengan kata-kata yang tidak menyakitkan,, dengan nada yang tidak melecehkan,, dengan sorot mata yang tidak menggurui,,

Kata-kata tajam yang menginspirasi sekaligus memotivas sudah cukup untuk membuat lawan bicara memperhatikan sang pemimpin alami ini berkata-kata..’

Tidak perlu menekan kalau tidak dibutuhkan! Ini bukan debat, kawan!

Kupikir, cara itu akan jauh lebih efektif..

Ide-ide hebat sang koleris pun akan dapat dengan mudah diterima orang lain, sehingga, secara alami kepemimpinan sang koleris akan dengan cepat diikuti..

Bukankah itu lebih baik?

Based on my experiences, yang terasa saat berdialog dengan orang-orang dominan ini adalah lelah! Defensivitas yang langsung timbul karena menyadari ‘bahaya’ yang mengancam. Percakapan jadi terasa seperti ‘perang’, ada menang, ada kalah,, padahal tujuan awal dari sebuah pembicaraan—atau bahkan perdebatan—adalah sebuah ‘kebenaran’, bukan pembenaran ego pribadi!

Tapi,,
Mengapa sulit sekali bicara dengan mereka? Apakah karena aku koleris juga?

Ujian wahai Ujian..

[6 januari 09]

Hwaaaa.. abis ujian.. last test on this semester.. Ehm,, Jadi pengen nulis soalnya,, hehehe..


Ujian II

Kapita Selekta Biokimia

KI 5164

(120 menit)

  1. Keluarga α-amilase terdiri dari banyak enzim dengan berbagai aktivitas katalitik
    1. Sebutkan empat ciri khas enzim yang termasuk ke dalam keluarga α-amilase.
    2. Jelaskan mekanisme hidrolisis ikatan α-1,4 glikosidik pada pati.
    3. Cyclodextrin glycosyl transferase (CGTase) dapat mengkonversi pati menjadi siklodekstrin. Gambarkan reaksi siklisasi yang dikatalisis oleh CGTase.
    4. Jelaskan strategi yang akan Anda lakukan untuk meningkatkan aktivitas hidrolisis CGTase.
  2. Selulosa merupakan polimer yang melimpah di alam.
    1. Buat model yang menjelaskan degradasi selulosa oleh sistem enzim selulase
    2. Sebutkan tiga macam aplikase selulase dan beri penjelasan peran selulase
  3. Serratia marscescens menghasilkan 3 jenis kitinase, yaitu ChiA, ChiB dan ChiC. Jelaskan peran ketiga enzim tersebut dalam mendegradasi kitin secara efektif.
  4. Anda diminta untuk merancang suatu sistem untuk pengembangan bioetanol di Indonesia.
    1. Jelaskan tahap-tahap yang harus dilakukan, mulai dari bahan baku sampai dengan bioetanol (catatan: Anda dapat memilih bahan baku pati atau selulosa)
    2. Bagaimana dampak sosial, ekonomi dan lingkungan pengembangan proyek bioetanol di Indonesia.

Heuheu..^^

Itu dia soalnya..

Ada temen2 yang bisa jawab? ^^

Tau tak, ujian itu jam 9 pagi,, dan nia bener2 baru mulai baca bahan ujian (baru ngbuka malahan) jam 6 pagi !!! What a...(xxx) !


Dasar,, nia ko gak bisa rajin ya ? jadi putus asa gini,, ckckck..

Gini deh penyakitnya, kalo dah nemu something yang interesting, bakalan lupain yang lain..


Semester ini nia bener2 gak megang kuliah banget! Tapi, Subhanallah, Nia ngerasa ditolong banget ma Allah.. Bener2 dimudahkan banget waktu ujian2..


Nia fokus pisan ma kabinet! Ehm, ini mah sarana pembelajaran yang pol abis buat nia.. Segalanya diuji bo’! Mantap lah!

Lahir-batin,, niat-usaha,, sense-intuition,, pemikiran-perasaan,, fisik-mental..Gileee..

Ikhlas Nia,, ikhlas.. Yooo.. chayoooo.. surga itu mahal, kawan!!

--Nia masih harus banyak belajar.. Harus! Harus! Harus! ^^--

Serpihan Kaleidoskop 2008: Sepercik Darah dari Gaza, Palestina

[Desember 2008 -- Baru sekarang diposting,,]

Palestina kembali berdarah.. Serangan Israel ke jalur Gaza, 345 Warga Palestina Tewas (TV-one;30/12/2008).

Di penghujung tahun 2008 ini, dunia dikejutkan oleh tragedi kemanusiaan yang terjadi di jalur Gaza, Palestina. Serangan udara Israel secara besar-besaran ke wilayah ini pada akhir Desember 2008 menyebabkan korban jiwa yang tidak sedikit. Satu hal yang perlu dicatat adalah sebagian besar korban serangan tersebut merupakan warga sipil Palestina yang sama sekali tidak terlibat konflik! Hal ini senada dengan apa yang diucapkan menteri kesehatan Palestina, Dr. Basem Naeem, bahwa pasukan Israel menyerang lembaga-lembaga dan pusat layanan umum, “Bahkan sejak awal yang diserangan adalah lembaga sosial dan rumah-rumah penduduk” (http://www.kispa.org/index.php/view/ berita; 31/12/08).

Sabtu, 27 Desember 2008 di tengah hiruk pikuk kesibukan sehari-hari warga Palestina, pembantaian dimulai!

Serentetan serangan mulai dilancarkan oleh Israel hari itu. Gelombang serangan pertama berlangsung secara terkoordinasi selama 3 menit dengan targetan menghancurkan 50 titik infrastruktur di Gaza. Tak tanggung-tanggung, 60 jet F-16 diterjunkan dalam operasi ini. Serangan tersebut segera diikuti oleh serangan selanjutnya untuk menghancurkan markas HAMAS yang terletak di tengah populasi warga sipil Palestina. 1 jam setelah serangan pertama tersebut, 155 warga Palestina tewas dan ratusan lainnya luka-luka.

Tak cukup dengan itu, Israel kemudian meneruskan serangannya sepanjang malam. Penderitaan warga Palestina agaknya akan berlangsung lama, mengingat pernyataan yang dikeluarkan olah Menteri Pertahanan Israel, “Saat untuk menyerang Gaza telah tiba dan operasi ini tidak akan berlangsung sebentar. Operasi akan jauh lebih dalam dan luas apabila diperlukan”. Pernyataan ini diperkuat oleh Perdana Menteri Israel Ehud Olmert, yang mengatakan operasi militer Israel di Jalur Gaza adalah tahap pertama dari serangkaian langkah yang disetujui oleh kabinet (Antara News;31/12/2008).

Hingga Selasa (30/12/2088) jumlah korban dalam serangan udara l dan laut oleh Israel di Jalur Gaza, dimana masjid dan permukiman penduduk menjadi sasaran tersebut telah mencapai 350 orang. Sementara korban luka-luka hingga kini mencapai 1650 orang, 300 di antaranya luka-luka berat.

Konflik Israel-Palestina memang telah berlangsung lama. Sepanjang konflik tersebut, tak terhitung berapa banyak manusia yang telah menjadi korban pembantaian yang terjadi. Sejak negara Israel berdiri kurang lebih 60 tahun lalu hingga saat ini pembunuhan demi pembunuhan terus terjadi.



28 oktober 1948, pembantaian masal (Hollocaust) oleh Israel di Douimah, sekitar 1000 orang palestina terbunuh.


29 Oktober 1956, pembantaian oleh Israel di Kafr Kassim, 49 orang terbunuh.

9 September 1972, serangan udara Israel di Suriah dengan target para pengungsi Palestina, sekitar 500 orang meninggal dunia.

9 november 1977, Israel menyerang Lebanon dengan target para pengungsi Palestina, sekitar 300 orang terbunuh.

Juni 1982, serangan terhadap kamp pungungsi yang menewaskan 3500 orang Palestina yang sebagian besar adalah anak-anak dan wanita.

Selama intifadha hingga Mei 1989 sekitar 7500 muslim Palestina terbunuh.

November 2007, serangan udara israel, 350 orang warga Palestina yang terbunuh.

Desember 2008, Israel kembali serang palestina, menewaskan lebih dari 300 orang.

Tak terhitung sudah berapa banyak manusia yang menjadi korban. Entah sudah berapa banyak ibu-ibu yang menangis di hadapan mayat putranya, juga anak-anak yang menangisi jenazah ayah ibunya di tengah angunan-bangunan yang hancur dan suara ledakan menggelegar dimana-mana. Tidakkah hati kita tersentuh melihat tragedi kemanusiaan ini?

Bagi mereka, ‘perdamaian’ hanya slogan yang tak pernah datang. Perundingan hanya berguna untuk mengulur waktu pembantaian, menunda pembunuhan demi pembunuhan. Dan di tengah itu semua, dunia hanya diam. Dunia bungkam. Bahkan, entah karena pertimbangan apa, Mesir malah melarang bantuan medis Arab yang akan disalurkan ke Gaza pada kasus serangan udara Israel ke Gaza, akhir desember ini (http://www.kispa.org/index.php/view/ berita;31/12/08).

Tidakkah kita dengar jeritan warga Palestina? Ketika mereka berteriak dan bertanya “Dimana keadilan? Dimana perdamaian? Sampai kapan kebiadaban ini berlangsung?”

Dan pada saat itu, dimana kita? []

Jangan Manja, Nia!


Ya, ini hidupku..

Yang masih diberikan padaku tepat ketika aku ingin mengakhirinya bertahun-tahun lalu.. Perjalanan yang takkan pernah hilang bekasnya..


Tapi, lihat aku sekarang! Aku hidup!

Jika Allah saja berkenan memberiku nafas yang masih tersambung tak terputus, maka apa hak dunia menolakku??


Berat ya?! Tapi ini pilihan.


Jangan nangis,,

Jangan manja, Nia!

Jumat, 09 Januari 2009

Unforgettable April

[April 02--saat detik hidupku berdetak lagi]

Desiran angin lembut sore hari di penghujung April membelai poni rambut pendeknya. Ia diam. Gadis kecil sipit berponi itu tak sedikitpun terganggu oleh angin yang kini mulai keras menepuk-nepuk pipinya. Pikirannya sibuk dengan hal lain,, hal yang mustahil singgah di kepalanya 5 menit lalu. Jauh, jauh sekali, senampak Belomorsk menatap Olovyannaya. Namun secepat eskalasi metafora alam semesta, derik transmisi neuron itu berkenan singgah sejenak di otaknya. Memberikan setitik jejak.

Mengubah dunianya.

Keputusan itu tiba! Tiba-tiba muncul membujuknya, merayu hatinya, melayangkan satu harapan tak pasti yang entah darimana datangnya dan membulatkan satu tekad dengan daya survival luar biasa yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Keputusannya untuk mendekatkan dirinya pada Sang Pencipta—hal yang amat tak terjangkau pikirnya. Yang tersimbolkan dengan ketaatan seorang wanita mengenakan helaian kain di atas rambut. Bagi dunia, mungkin itu sederhana. Tapi baginya, itu segalanya. Lebih dari hidupnya. Bukti dari segala janji yang tak pernah ia ketahui dapat ia penuhi atau tidak. Tanda dari segala ikrar untuk membuang seluruh kehidupannya. Membuang jauh-jauh pribadinya dan memulai semuanya dari awal lagi. Sekaligus bahagia karena Tuhan masih berkenan menyentuh hatinya.

Ditatapnya cermin lama-lama. Ada wajahnya sendiri disana. Dipandanginya pelan-pelan sepasang mata sipit yang terpantul sempurna diatas kaca.

Perlahan pandangannya mengabur, tergantikan dengan pemandangan tawa riuh. Lelaki dan perempuan. Bercampur baur. Ribut. Senang. Ia berdiri di tengah perhatian. Menarik. Dengan satu tindikan di telinga kanan. Tertawa keras. Menikmati semuanya.

Pemandangan makin buram dan berganti. Sepasang lelaki dan perempuan berjalan bergandengan tangan. Dekat. Mesra. Lama sekali. Jelas Ia disana, menggenggam tangan kekasihnya. Cintanya. Jiwanya.

Cermin kembali berubah. Kali ini semrawut asap rokok dan hingar bingar deru motor bersahut-sahutan. Sesekali teriakan dan umpatan keras terdengar. Perkelahian berebut ada di sekelilingnya. Lagi-lagi ia pun disana. Ikut ambil bagian tentunya. Teriakannya terdengar. Menertawakan mereka.

Lalu perlahan bayang-bayang itu mengabut. Kini terlihat seorang gadis tergeletak lemah bersimbah darah. Pergelangan tangan kirinya bergurat-gurat tersayat. Terlihat sebatang cutter tergenggam di tangan kanan. Haha, korban sinetron rupanya. Matanya sembab. Namun bibirnya tertawa. Tertawa melihat betapa bodohnya ia menghancurkan hidupnya sendiri. Menghujani dirinya sendiri dengan dosa dan air mata. Meneror hatinya dengan satu kegelisahan yang tak pernah ia temukan jawabannya mengapa. Air mata mengalir. Ia teringat kekasihnya. Teringat teman-temannya. Teringat mereka semua meninggalkannya. Kini ia hanya punya satu keinginan. Mengakhiri 14 tahun keberadaannya di dunia—ha, rupanya ia masih muda—seperti halnya keadaan dan kebodohan telah mencabik-cabik masa depannya.

Lalu tiba-tiba semua bayang-bayang itu hilang.

Ia diam menatap cermin.

Kini ia disini. Hidup. Tuhan belum menginginkannya pergi. Ia kini mengerti adanya mozaik dan rahasia ia tak dibiarkan mati.

Bahwa ia berarti.

’Jika Tuhan saja tidak menginginkan aku mati, maka dunia tidak berhak mengusirku pergi’

Perlahan ia menghela nafas dan satu kekuatan baru menerobos jiwanya. Tenteram membuai hatinya sekaligus menebaskan semua keraguan dan ketakutan yang ada. Matanya berkilat. Kini ia tak takut apa-apa lagi. Hanya Dia-lah harapannya. Alasan keberadaannya. Kehidupannya. Dan untuk itu, tanpa ragu lagi ia bersedia meninggalkan semuanya, masa lalunya, dan mengubah dirinya. Saat itu bulan April. Dan ia ingin menghadapi dunia. Sekali lagi.

Matahari April menatapnya dalam dan kembali mendesirkan anginnya. Ia tersenyum. Langkahnya kini ringan sekali.

[for the best power and inspiration]

Mau Dibawa Kemana Pendidikan Indonesia?

[Januari 2009--pasca BHP disahkan menjadi UU]


Kisruh pengesahan UU BHP masih terus berlanjut. Banyak kalangan yang kecewa dengan pengesahan UU tersebut berencana mengajukan uji materi (Judicial Review) UU BHP ke Mahkamah Konstitusi.

Pengesahan UU BHP merupakan suatu penyelewengan terhadap tujuan dan filosofi pendidikan Indonesia. Hal ini langsung terlihat dari berubahnya bentuk institusi pendidikan di Indonesia, mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi menjadi Badan Hukum.

Sesuai dengan amanah konstitusi, pendidikan merupakan hak warga Negara yang penjaminan pemenuhannya wajib dilakukan oleh Negara. Berubahnya bentuk institusi pendidikan menjadi Badan Hukum akan mengeliminasi penjaminan Negara terhadap masyarakat dalam memperoleh pendidikan, salah satunya dari sisi aksesibilitas..

Segala semangat positif yang terdapat dalam BHP, seperti akuntabilitas, transparansi serta efisiensi birokrasi diharapkan akan menjadi solusi dari permasalahan pendidikan di Indonesia, yang dinilai bersumber dari inefisiensi birokrasi. Namun, terlepas dari itu semua, kita pun harus memperhatikan dengan jeli bahwa pengubahan status institusi pendidikan menjadi BHP mengandung konsekuensi tersendiri. Konsekuensi tersebut merupakan akibat dari esensi bentuk Badan Hukum yang melekat pada institusi pendidikan berbentuk BHP.

Salah satu hal yang perlu dikritisi adalah dari sisi pendanaan BHP. Sebagaimana tercantum dalam UU BHP pasal 41, tidak seluruh pendanaan BHP berasal dari Pemerintah, baik itu pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi. Artinya masih terdapat porsi-porsi dimana institusi pendidikan yang bersangkutan perlu mengusahakan sendiri sumber dana lain dalam memenuhi biaya operasional penyelenggaraan pendidikan. Mari kita telaah, dari sumber-sumber mana saja institusi pendidikan dapat memperoleh dana untuk ‘menambal’ biaya operasional mereka. Dari peneleaahan tersebut juga akan terlihat bahwa mekanisme pendanaan biaya operasional pada BHP diluar porsi pemerintah, tidak hanya diatur dalam UU BHP saja, namun juga tercantum pada peraturan-peraturan lain (PP dan Perpres). UU BHP ‘hanya’ menjelaskan garis besar porsi-porsi pembiayaan yang harus ditanggung sendiri oleh BHP dan menjelaskan secara umum mekanisme memperolehnya. Rincian dari mekanisme tersebut diatur selanjutnya oleh peraturan lain.

Salah satu sumber pendanaan yang diperbolehkan dijalankan oleh BHP adalah investasi dalam bentuk portofolio (saham). Hal ini tercantum dengan jelas pada pasal 42 ayat 1. Hal ini menunjukkan bahwa institusi pendidikan (BHP) dapat bermain di pasar bursa. Tentunya kita belum lupa mengenai riskannya bermain di sektor finansial. Gambaran anjloknya sektor finansial dunia pada krisis ekonomi global saat ini tentunya sangat menggambarkan tingginya resiko permainan saham di lantai bursa. Tak terhitung berapa banyak perusahaan-perusahaan besar dunia yang mendadak gulung tikar karena fluktuasi nilai saham yang sangat rentan. Bayangkan jika sektor vital seperti pendidikan ditopang oleh mekanisme pendanaan yang rapuh seperti ini? Akan jadi seperti apa dunia pendidikan Indonesia? Ramai-ramai gulung tikar pula kah?

Mekanisme lain yang dapat dilakukan oleh BHP untuk memperoleh dana adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dengan ketentuan yang sesuai dengan undang-undang (peraturan) yang ada. Hal tersebut tercantum dalam pasal 45 ayat 1 UU BHP, namun tidak ada penjelasan lebih rinci mengenai hal tersebut. Satu hal yang menarik adalah keberadaan PP no.48 tahun 2008 mengenai pendanaan pendidikan. PP tersebut menjelaskan secara terperinci sumber-sumber dana ynag dapat digunakan oleh BHP. Pada PP tersebut terdapat beberapa pasal yang jelas-jelas mengatakan bahwa salah satu sumber pendanaan institusi pendidikan adalah dari pihak asing. Sedikitnya terdapat 15 pasal dalam PP tersebut yang menyebutkan bahwa salah satu sumber pendanaan yang sah dari institusi pendidikan berasal dari pihak asing.

Keterlibatan pihak asing dalam dunia pendidikan Indonesia yang tercantum dalam peraturan negeri ini tidak hanya itu. Pada Perpres No.77/2007 mengenai daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka di bidang penanaman modal, disebutkan bahwa jenis badan usaha yang dapat dimasuki modal asing adalah pendidikan, baik formal maupun informal, dengan persentase modal asing sampai dengan 49%.

Lucu sekali. Disaat Pemerintah perlahan-lahan berlepas tangan dari pendanaan pendidikan, pihak asing justru perlahan-lahan diberikan wewenang untuk mendanai pendidikan negeri ini. Jika seperti ini, secara tidak langsung Pemerintah telah melegalkan jalan bagi pihak asing untuk mulai mengambil alih otoritas pendidikan Indonesia. Bagaimana mungkin sektor yang penting seperti pendidikan dalam suatu negara dikuasai oleh modal asing. Seperti apa kebijakan yang akan diterapkan didalam badan hukum pendidikan ini yang dikatakan bersifat “mandiri”? Dimana kedaulatan negeri ini bila sektor pendidikannya diselenggarakan oleh pihak asing?

Melihat semua ini, wajar bila rakyat bertanya, “Mau dibawa kemana pendidikan Indonesia?” []

Pengesahan dan Kejanggalan BHP: Gaya Baru Otokrasi Pendidikan Indonesia

[Desember 2008--Analisis Kami, Tim Kajian Strategis KM ITB 08/09 Mengenai rencana pengesahan RUU BHP menjadi UU--draft RUU BHP versi 1 Desember 2008]

Kontroversi RUU BHP nampaknya akan berakhir dalam waktu singkat. Setelah berkali-kali mengalami revisi—hingga draft terakhir tanggal 1 Desember 2008 lalu, Pemerintah dan Komisi X DPR akhirnya menemukan kata sepakat untuk mengesahkan RUU BHP ini menjadi Undang-undang pada hari selasa, 16 Desember 2008 (dpr.go.id).

Pengesahan RUU BHP menjadi Undang-Undang merupakan hal yang tidak dikehendaki banyak pihak karena terdapat beberapa hal di dalamnya yang bertentangan dengan filosofi dan tujuan pendidikan di Indonesia. Meskipun telah berkali-kali mengalami revisi—yang makin mem-“permak” wajah BHP menjadi lebih ramah, masih terdapat beberapa hal krusial yang perlu kita tinjau ulang. RUU BHP ini mencakup hal-hal yang umum dan memiliki celah yang menimbulkan tanda tanya besar bagi aplikasinya nanti. Di antara celah-celah tersebut, berikut 4 aspek yang dapat KM ITB analisis:

Pendanaan dalam BHP = Mengurangi Peran Pemerintah dalam Sektor Finansial Pendidikan

Aspek pertama dilihat dari sisi pendanaan suatu institusi pendidikan yang berbentuk badan hukum. Pada pasal 41 ayat 4 disebutkan bahwa pada Pemerintah dan Pemerintah Daerah menanggung paling sedikit sepertiga (1/3) dari biaya operasional pada BHPP dan BHPPD yang menyelenggarakan pendidikan menengah (SMA,ed.). Demikian pula halnya pada Pasal 41 ayat 7 yang menyebutkan bahwa peserta didik yang menanggung paling banyak sepertiga (1/3) dari biaya operasional tersebut.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana institusi pendidikan tersebut memenuhi sepertiga sisanya ? Mengingat hal ini tidak disebutkan pada pasal ini.

Telah diketahui bersama bahwa institusi penyelenggara pendidikan menengah (SMA dan sederajat) bukanlah institusi yang dapat menjadikan ‘penjualan’ riset—seperti halnya institusi pendidikan tinggi—sebagai salah satu sumber pemasukan dana. Pernahkah kita berpikir bagaimana SMA-SMA ini mencari biaya pendidikannya nanti?

Selanjutnya adalah aspek pendanaan pada perguruan tinggi. Pada pasal 41 ayat 6 disebutkan bahwa Pemerintah bersama-sama dengan BHPP menanggung paling sedikit seperdua (1/2) biaya operasional, pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi”. Tidak ada ketentuan yang mengatur proporsi kontribusi pendanaan antara pemerintah dan BHPP. Artinya, bisa saja dana yang diberikan pemerintah lebih sedikit daripada yang dibebankan kepada BHPP. Dengan kata lain, BHPP (institusi pendidikan tinggi dalam BHP) memiliki tanggung jawab yang lebih besar daripada pra-BHP.

Pasal 41 ayat 9 mengatakan bahwa biaya penyelenggaraan pendidikan yang ditanggung seluruh peserta didik dalam pendanaan pendidikan tinggi paling banyak sepertiga dari biaya operasional. Terdapat kejanggalan dalam ayat tersebut. Jika seperdua (1/2) biaya operasional ditanggung oleh Pemerintah dan BHPP dengan sepertiganya (1/3) ditanggung oleh peserta didik, maka siapa yang menanggung seperenam (1/6) sisanya? Hal itu juga tidak dijelaskan dalam RUU BHP ini.

Beberapa ketidakjelasan pada masalah pendanaan institusi pendidikan yang berbentuk BHP tersebut, baik pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi merupakan hal yang krusial. Hal ini disebabkan karena kaitannya yang erat dengan kemampuan institusi pendidikan untuk bertahan dan tentunya dengan aspek pengelolaan pendidikan itu sendiri.

Satu hal yang perlu direnungkan bersama, terlaksananya pendidikan di suatu negara merupakan tanggung jawab dari pemerintah suatu negara (sebagaimana yang telah diamanahkan konstitusi). Termasuk pula masalah pendanaan suatu institusi pendidikan. Pemerintah tidak boleh berlepas tangan atau berpuas diri dengan sekedar berpartisipasi tanpa melihat kadar ketercukupan dan kualitas pendidikan akibat dari kontribusi tersebut.

Otonomisasi Kurikulum dalam BHP

Aspek kedua adalah dari sisi kurikulum. Pada pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwa salah satu prinsip pengelolaan pendidikan formal oleh Badan Hukum Pendidikan adalah Otonomi, yaitu kemampuan untuk menjalankan kegiatan secara mandiri dalam bidang akademik maupun non-akademik. Tidak ada penjelasan apa yang dimaksud dengan kemandirian dalam bidang akademik. Kemudian pada pasal 33 ayat 2 tentang tugas dan wewenang organ pengelola pendidikan tinggi salah satunya adalah menyusun dan menetapkan kebijakan akademik bersama dengan organ representasi pendidik. Pada penjelasan RUU BHP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kebijakan akademik antara lain meliputi kebijakan tentang kurikulum dan pembelajaran.

Terdapat beberapa hal yang perlu dikritisi dari hal tersebut. Salah satunya adalah sejauh manakah kewenangan organ pengelola pendidikan dan organ representasi pendidik dalam menetapkan kebijakan akademik termasuk kurikulum? Apakah kurikulum tesebut benar-benar bebas disusun sesuai dengan kebutuhan dan keinginan organ tersebut, ataukan ada koridor-koridor dasar yang ditentukan Pemerintah dalam menetapkan kurikulum?

Perlu diingat bahwa kurikulum merupakan hal amat penting dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum merepresentasikan tujuan dan esensi dari pelaksanaan suatu pendidikan. Jika memang benar tujuan pendidikan negara kita adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas SDM bangsa ini, maka mau tidak mau Pemerintah harus melakukan kontrol yang sangat terperinci terhadap kurikulum dalam menjamin ketercapaian tujuan pendidikan karena kurikulum sangat terkait dengan apa-apa yang diajarkan kepada peserta didik. Kontrol Pemerintah terhadap kurikulum bukan berarti menyamaratakan materi-materi pengajaran pada setiap institusi pendidikan tinggi. Namun yang perlu dijaga adalah nilai-nilai dan tujuan dari materi pengajaran tersebut yang diperuntukan untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia demi kemajuan Bangsa.

“Superioritas” pada Organ Representasi Pemangku Kepentingan

Aspek ketiga dipandang dari sisi peran dari organ representasi pemangku kepentingan. Pada BAB IV RUU BHP mengenai Tata Kelola, pasal 15 ayat 2 mengatakan bahwa Organ Badan Hukum Pendidikan yang menjalankan fungsi badan hukum pendidikan terdiri atas 4 elemen:

1. Organ representasi pemangku kepentingan
2. Organ representasi pendidik
3. Organ audit bidang non-akademik
4. Organ pengelola pendidikan

Pada pasal 18 ayat 1 disebutkan bahwa organ representasi pemangku kepentingan merupakan organ tertinggi badan hukum pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan formal. Pada pasal yang sama ayat 3 dikatakan bahwa organ representasi pemangku kepentingan di dalam badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi paling sedikit terdiri atas pendiri atau wakil pendiri; wakil organ representasi pendidik; pemimpin organ pengelola pendidikan; wakil tenaga kependidikan dan wakil unsur masyarakat.

Pasal 19 ayat 3 menyatakan bahwa pada pendidikan tinggi jumlah anggota organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari wakil organ representasi pendidik, pemimpin organ pengelola pendidikan, dan wakil tenaga kependidikan adalah paling banyak sepertiganya (1/3). Hal tersebut berarti duapertiga (2/3) anggota dari organ ini berarti berasal dari Pemerintah dan wakil unsur masyarakat.

Sayangnya, tidak disebutkan lebih lanjut berapa persentase pemerintah yang harus menjadi anggota organ representasi pemangku kepentingan. Yang disebutkan hanya bahwa jumlah anggota yang berasal dari pendiri dan wakil pendiri (Pemerintah atau pemerintah daerah) dapat lebih dari 1 orang. Artinya satu orang pun tidak masalah.

Hal ini berbahaya mengingat organ represetasi pemangku kepentingan merupakan organ tertinggi dalam institusi badan hukum pendidikan yang mengatur seluruh aspek strategis dalam pengelolaan badan hukum pendiidkan (pasal 22). Seluruh organ lainnya bertindak untuk dan atas nama organ representasi pemangku kepentingan. Jika sebagian besar anggota organ ini adalah wakil unsur masyarakat, tidak pernah didefinisikan dengan jelas siapa saja yang dimaksudkan wakil unsur mayarakat tersebut. Masyarakat mana yang ternyata mendapat peluang istimewa untuk mengatur institusi pendidikan ini? Apakah ada standar kapabilitas dan kualifikasi tertentu?

Wewenang yang sangat besar ditambah dengan ketiadaan dominasi pemerintah dalam keanggotaan organ ini memungkinkan masuknya berbagai kepentingan dalam penyelenggaraan pendidikan Indonesia. Kontrol Pemerintah pun bersifat amat minimalis dalam hal ini.

Terdapat pula hal menarik dalam hal tata kelola BHP. Pasal 18 ayat 6 menyebutkan bahwa Pemimpin organ pengelola pendidikan tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan di dalam organ representasi pemangku kepentingan. Jika memang institusi badan hukum pendidikan adalah institusi yang menjunjung tinggi profesionalitas, mengapa dalam pengambilan keputusan bukan porsi akademisi yang diperbanyak? Bukankah itu justru mengebiri potensi insan akademis untuk mengatur dirinya sendiri? Alih-alih membentuk otonomi kampus, BHP justru membentuk otokrasi kampus yang dipegang oleh ’masyarakat’. Dengan catatan, definisi , criteria dan kualifikasi masyarakat ini belum diatur dalam RUU BHP ini.
Kejanggalan terakhir adalah adanya dewan audit di bawah Organ Representasi Pemangku Kepentingan ini. Jika mengusung asas transparan dan akuntabilitas, bukankah seharusnya dewan audit berada secara independen dan dari pihak ekternal? Terlebih lagi, dalam UU BHP ini belum dijelaskan secara terperinci bagaimana Organ Representasi Pemangku Kepentingan mengatur organ-organ di bawahnya.

Analog BHP dengan Perusahaan

Aspek keempat adalah dari sisi pembubaran BHP. Bentuk Badan Hukum Pendidikan memungkinkan suatu institusi pendidikan untuk mengalami pembubaran yang disebabkan salah satunya karena pailit. Hal tersebut terdapat dalam pasal 57. Sangat jelas terlihat, bahwa BHP menjadikan institusi pendidikan analog dengan perusahaan dimana ketika terjadi defisit anggaran, institusi tersebut dapat dinyatakan pailit dan bubar.
Mengingat pendidikan merupakan hal pokok yang menentukan kualitas SDM bangsa dan dengan sendirinya juga berpengaruh terhadap kemajuan-kemunduran bangsa ini, maka pembubaran (kepailitan) adalah hal yang tidak boleh terjadi pada suatu institusi pendidikan di suatu negara. Apalagi mempertimbangkan belum dilakukannya analisis fisibilitas dan analisis kemampuan pendanaan dan pengelolaan pendidikan secara mandiri dalam jangka panjang oleh elemen-elemen pendidikan Indonesia yang menjadi objek dari BHP ini. Hal ini dapat dilihat dari belum dilakukannya evalusasi keberjalanan 7 PT BHMN, terutama 4 kampus yang pertama kali mengalami BHMN-isasi (UI, IPB, UGM, ITB). Padahal dalam keberjalanannya, BHMN-isasi ini bukan berarti tanpa masalah sama sekali.

Demikian pembahasan 4 aspek dari RUU BHP yang menjadi sorotan kami. Mengingat keempat aspek tersebut sangat krusial dalam pelaksanaan pendidikan sekaligus penentuan kualitas pendidikan Indonesia, maka pengesahan RUU BHP menjadi Undang-Undang adalah hal patut dipertanyakan dari sisi kebenaran logika dan keterkaitannya dalam menjawab permasalahan pendidikan nasional saat ini.

Dengan demikian, berdasarkan poin-poin analisis di atas, KM ITB menyatakan bahwa kami menolak pengesahan RUU BHP menjadi UU BHP []


Perempuan

Euforia peringatan kemerdekaan republik selalu terasa menjelang 17 agustus. Gegap gempita merayakan merdekanya negeri ini dari penjajahan kolonial klasik terlihat dimana-mana, mulai dari kota besar hingga pelosok desa. Kemerdekaan negeri ini dapat diartikan kemerdekaan peran dalam setiap aspek kehidupan bagi seluruh komponen masyarakat, termasuk perempuan.


Perempuan. Mitra lelaki yang dalam sejarahnya memiliki catatan panjang dalam hal pendiskreditan dan inferioritas peran pada berbagai peradaban. Dulu dan sekarang.


Kebiasaan masyarakat Arab pra-Islam yang senang memperjualbelikan perempuan, menyewakan istri untuk orang lain dan mengubur hidup-hidup bayi perempuan cukuplah menjadi contoh kelam pendiskreditan atas eksistensi perempuan. Indonesia pra kemerdekaan pun tak luput dari fenomena serupa. Bagaimana perempuan lagi-lagi dianggap sebagai kaum nomor dua setelah lelaki. R.A Kartini menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tidak dikenal, dan sebagainya.


Bagaimana dengan sekarang? Apakah abad hi-tech dengan segala modernisasinya ini telah berhasil menempatkan perempuan dalam posisi yang mulia dan memerdekakan peran sang wanita? Ternyata tidak. Ide feminis yang santer disuarakan untuk mengangkat peran perempuan pun tak mampu membebaskan belenggu eksploitatif ini. Alih-alih membebaskan, ide ‘kesamarataan peran’ antara laki-laki dan perempuan yang dinisbahkan secara berlebihan, justru menjerumuskan kaum perempuan pada bentuk eksploitatif yang berbeda. Meski tak kentara, kaum perempuan kembali menjadi objek garapan manusia-manusia tak bermoral. Mereka dijadikan objek perdagangan (trafficking), objek eksploitasi melalui berbagai macam kontes kecantikan dan model iklan. Kebebasan yang disuarakan bagi perempuan ternyata lebih banyak berkutat seputar keindahan fisik semata. Sehingga seringkali muncul anggapan picik bahwa ‘nilai’ seorang wanita terletak pada ‘seberapa indah’ tubuhnya. Korban pun berjatuhan. Kasus-kasus bulimia, anoreksia, kegagalan bedah plastik, diet ketat yang berujung pada kematian, dll dengan cepat menjamur di seluruh dunia. Ide ‘kesamarataan peran’ pun membuat banyak perempuan menikah berlomba-lomba mengejar karirnya di luar rumah. Karir yang setara dengan lelaki dianggap sebagai simbol ketercapaian emansipasi dan kemerdekaan peran perempuan. Pada faktanya banyak wanita karir yang begitu sibuk dengan urusan karirnya sehingga seringkali melalaikan pengurusan keluarga termasuk anak-anaknya.


Perempuan, merupakan makhluk mulia yang ditangannya lah peradaban berada. Ia adalah pengemban tugas mulia yang diberikan alam kepadanya. Ia adalah seorang ibu. Pendidik pertama dan utama bagi setiap manusia. Sekolah istimewa bagi setiap jiwa yang lahir ke dunia. Peran agung yang tidak dimiliki oleh laki-laki dan hanya terlekat pada perempuan. Kesadaran mengenai mulianya peran perempuan tersebut dimiliki oleh R.A Kartini, seperti terlihat dalam isi suratnya kepada Profesor Anton dan Nyonya pada 4 Oktober 1902:


Kami disini memohon diusahakannya pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-sekali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya, tapi kami yakin akan pengariuhnya yang besar sekali bagi kaum perempuan; agar perempuan lebih cakap melakukan kewajibannya: menjadi Ibu, pendidik manusia pertama-tama’


Itulah peran utama dari seorang perempuan. Sebagai pendidik dan pencetak generasi hebat. Sebagai seorang Ibu. Peran maha penting yang sayangnya saat ini banyak dianggap sebagai suatu bentuk pengekangan terhadap kebebasan perempuan. Seperti itulah seharusnya perempuan bersikap. Bukan semata-mata terbutakan oleh emansipasi sehingga berlomba-lomba mengejar karir dan melupakan peran mulia ini.


Tidak ada yang salah dengan suksesnya karir seorang perempuan. Tidak ada yang salah dengan tingginya tingkat pendidikan kaum perempuan. Tidak ada yang salah dengan aktivitas-aktivitas perempuan di luar rumah. Yang salah adalah ketika semua itu membuat perempuan melalaikan peran utamanya sebagai Ibu dan pendidik anak-anaknya.


Perempuan adalah pelukis peradaban. Arsitek kehidupan yang di tangannya dapat lahir generasi-generasi cemerlang. Kemerdekaan peran perempuan jelas harus diawali dengan mendudukkan peran perempuan sebagaimana mestinya. Peran perempuan sebagai Ibu pencetak generasi-generasi cemerlang pembangun Bangsa. []

Kamis, 08 Januari 2009

Laskar Pelangi

Mimpi, adalah kunci untuk kita menaklukan impian
Berlarilah tanpa lelah, sampai engkau meraihnya

Laskar pelangi, takkan terikat waktu
Bebaskan mimpimu di angkasa
Mencari bintang di jiwa

Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada yang kuasa
Cinta kita di dunia
Selamanya

Cinta kepada hidup yang berikan sejuta abadi
Walau hidup kadang tak adil
Tapi cinta lengkapi kita

Laskar pelangi, takkan terikat waktu
Jangan berhenti mewarnai
Jutaan mimpi di bumi

Mengejar Matahari


[Maret 2007--guratan kata yang terus mengalir dari lengan yang tak dapat ku kendalikan]


Sekarang aku sendiri, berlari..

Mengejar matahari..

Aku lelah, nafasku berdesah patah-patah dengan te;lapak kaki terbajar, pedih terkelupas.. Namun matahari itu masih jauh dari genggaman..

Ia menggodaku..

Menantangku mengejarnya dengan tamparan sinarnya di wajah pucatku, mengejekku dan mengatai ketidakmampuanku mengejar sosoknya..

‘Haha, pengecut! Tangkap aku!’

Tangan ringkihku terulur, mencoba meraihnya, namun tak jua kurasakan panas membara sang matahari pada jemari hitamku..

Segenggam silau padamkan sadarku, menjemputku dalam buaian angin padang gurun nan garang, mengangkat separuh harga diri yang terserak patah, menghamburkannya, berantakan, seperti abu-abu kosmik saat pertama diciptakan..

Hilang dalam ketiadaan..

Rangkaian embun pagi hadirkan secercah harapan, sekilas saja.. Secepat angin barat daya yang serentak datang mengacaukannya.. Serupa derap kuda-kuda perang memperkosa damai tenang mimpi bayi dalam buaian sang fajar..

Keras! Merusak!

Damai di kepalaku hancur oleh ilalang yang mendadak tumbuh disana..

Banyak!

Padat!

Deru dentam kemahsyuran Baginda Raja tak ubahnya rengek isak ulat-ulat manja yang iri pada kupu-kupu..

Daun-daun bergemerisik hilangkan iramanya, malawan kehendak menjadi hijau, memicingkan sebelah mata, separuh jiwa, merangsek cepat, menjadi cokelat, menanti hilang, terjatuh ditempa angin senja hari.., menghias simfoni negeri 4 musim sebelum putih salju mewarnai wajah-wajah pagi..

Seorang gadis terduduk mesra, dengan binar merah muda, menanti ucap srindu kekasih tercinta, dalam hatinya yang perawan.., menisik hari, menyulamnya dengan benang-bennag pengharapan, mengunjungi kelamnya danau hati, memercikan aroma kepercayaan dan cinta..

Anak-anak kecil berlari mengejar bola, di sudut desa, tertawa gembira, tak peduli apa yang menanti mereka di ujung sana..

Segayung murka tumpa tersandung kupu-kupu yang alpa menjalankan tugasnya mengisap sari bunga, basah membasahi kepala sang pencuri yang hendak pergi. Hadirkan satu kesadaran tentang kebenaran hakiki yang selama ini ia cari!

Senandung pilu anak gembala, menangisi kerbaunya yang terbaring kelelahan, mengharap bantuan, mengidamkan pembalasan pada angkara tak bertuan, tangan-tangan penjajah yang merobek nasibnya, menyisakan serpihan kemiskinan yang harus puas dilakoninya..

Derit kelelawar memanggang cekam! Ditambah pekik purnama dan belaian mesra kabut-kabut petang, auman serigala negeri antah berantah menyertai pedihnya nisan-nisan tak bertuan.., nisan-nisan terlupakan..

Dan anak itu, yang menangis terlunta-lunta di jalanan hanya karena ingin makan, terpaksa menelan segenggam pil kehidupan yang terpatri kuat dalam ingatan, ‘yang kaya selalu menang!’

Ini yang disebut kehidupan!

Kualihkan pandangan, kulihat para anggota dewan berdasi kupu-kupu, perlente, dengan perut kekenyangan dan kening berlipat memikirkan daftar pesanan sang permaisuri.., peluh menghiasi, menguatkan sepasang tangan untuk membubuhkan tanda tangan terlarang..

Pekik gembira membahana, membanjiri dunia dengan berlinangan gemerlap lamu warna-warni.., dentuman musik membius diri dan merasuki hati untuk menari.. terus, sepanjang malam.. Menanti pagi..

Sepotong meja kayu mahoni hitam berkilat terserak manja di pusat, menggertak marah, meminta perhatian sang manusia-manusia penari.., gelas-gelas kristal angkuh berisi cairan bahagia berjejer berderet-deret.., cantik.., menggoda..

Kerikil-kerikil kecil senantiasa ada, mengganjal langkah sesosok wanita berbaju tebal! Langkah terseok meninggalkan gurat-gurat kesedihan, membayang wajah suami dan anak laki-lakinya yang telah tenang dala satu dunia yang berbeda.. 2 cinta yang terenggut karena idealisme. Kegigihan memang selalu dibayar mahal, apalagi jika berhadapan dengan otoritas berusia 32 tahun..

Dan inisial tak berujung ini tak lelah menggoreskan mimpi-mimpi, yang bagi anak kecil berperut lapar di kolong jembatan, adalah buah dongeng yang manis rasanya.. Berebut, egois, mencoba hilangkan ironi pada hati-hati putih yang diselimuti debu tebal 7 centi. Hilangkan gurat-gurat rasa malu, dan harga diri.. Melibasnya mati dan pergi..

Senandung syahdu pemain cello tenggelam dalam drama kepura-puraan dan lautan topeng-topeng palsu. Kemilau cahaya kejujuran hanya tampak di ujung-ujung pelangi, membias ke segala arah, melapas foton-foton yang angkuh melesat pergi, membawa jejak-jejak Einstein..

Eskalasi peradaban menemui paradoksnya. Ironi yang hiperbolis! Ia bersiklus amat pendek bergantung pada tonggak rapuh manusia. Mencemooh kuasa Sang Pencipta dan angkuh berlari menuju lumbung neraka. Derap irama peradaban berputar cepat, selayak roda menuruni lereng gunung, menyambut jurang menganga yang teramat elok dihiasi air terjun cantik berdera-derai..

Dan disinilah aku berdiri..

Sendiri..

Mengejar matahari..